JAYAWIJAYA, Nokenlive.Com – Cabai rawit serta beberapa komoditi seperti ketela rambat, bayam tercatat sebagai penyumbang infasli cukup besar di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegununga. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan infasli Jayawijaya mencapai 5,65 persen pada Juni 2024, tertinggi di Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jayawijaya Ludya Logo di Wamena, Senin, mengatakan faktor lain penyebab inflasi di Jayawijaya adalah karena persoalan keamanan.
“Untuk bulan Juni inflasi kita tertinggi di seluruh Indonesia yaitu 5,65 persen dan penyumbangnya adalah ketela rambat, cabe rawit, bayam. Namun setelah diskusi dengan BPS ternyata faktor keamanan juga menjadikan inflasi kita tinggi,” katanya.
Memasuki bulan Juli 2024 angka infasli di Jayawijaya mengalami penurunan dari sebelumnya namun tidak signifikan yaitu 5,09. Angka ini memang mengalami penurunan untuk di Provinsi Papua Pegunungan namun untuk standar Nasional angka itu masih sangat tinggi.
Pada Juni lalu terjadi konflik sosial atau perang antar warga di Distrik Wouma sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan hasil produksi lokal ke pusat kota dan mengakibatkan tingginya harga pangan lokal di pasaran.
“Secara Nasional, angka ini masih terlampau tinggi. Normalnya harus di bawah 2,5 persen, contoh seperti salah satu daerah di Papua sebut saja Kota Jayapura itu termasuk rendah,” katanya.
Pemerintah Jayawijaya telah membentuk Tim Penanggulangan Inflasi Daerah (TPID) untuk menekan inflasi di daerah itu. Tim ini bekerja mendorong petani lebih giat menyediakan pangan lokal, termasuk memastikan kelancaran distribusi barang masuk dari Jayapura ke Jayawijaya.
Ia mengakui selama ini pemerintah tidak bisa melakukan pengendalian harga barang di pasaran sebab semua didistribusikan melalui penerbangan dari luar Provinsi Papua Pegunungan dan tidak mendapat subsidi dari pemerintah setempat.
“Memang selama ini karena barang yang masuk melalui kargo penerbangan sehingga pemerintah daerah tidak bisa melakukan pengendalian barang di pasar. Kalau pemerintah bisa melakukan intervensi harga barang di pasar, harusnya ada subsidi dari pemerintah,” katanya.
Ludya mengatakan persoalan itu perlu menjadi kolaborasi bersama antara Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan enam kabupaten lainnya, termasuk Jayawijaya sebagai kabupaten penyangga. Disebut sebagai kabupaten penyanggah karena kebutuhan masyarakat di enam kabupaten liannya, sebagian besar berasal dari Jayawijaya.
Menurut dia, jika pemerintah bisa memberikan subsidi penerbangan bagi 20 distributor sembilan bahan pokok (sembako) yang beroperasi di Jayawijaya, barulah pemerintah bisa mengendalikan harga di pasaran.
“Itu baru kita pemerintah bisa mengendalikan harga barang atau mengatur distributor menjual barang itu dengan harga berapa, ini langkah kedua, sehingga nanti kita akan melakukan langkah kolaborasikoordinasi dengan provinsi untuk bagaimana melakukan subsidi barang yang masuk dari Jayapura ke Wamena,” katanya.
Selama ini pemerintah pusat telah memberikan subsidi penerbangan ke Jayawijaya namun untuk penerbangan dari Kabupaten Mimika ke Jayawijaya, sementara barang atau sembilan bahan pokok (sembako) paling banyak masuk dari Jayapura.
Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah Jayawijaya dalam menekan inflasi adalah menggelar pasar murah bagi masyarakat, mencairkan dana bantuan kemiskinan ekstrim Rp1 juta per kepala keluarga dan menyalurkan bantuan beras cadangan pemerintah kepada masyarakat.
“Yang terakhir akan dibentuk satgas pengawasan pangan untuk melihat jangan sampai ada penimbunan barang di pasaran ketika harga barang naik,” katanya.
Penulis: Marius Frisson Yewun
Editor: Linda
Apa komentar anda ?