Jayapura, Nokenlive.com – Lebih dari 20 orang siswa SMA/SMK dan SMP dari 20 sekolah yang ada di Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura mengikuti pelatihan praktek membuat gerabah yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Papua di kota setempat.
Pantauan wartawan, Rabu (14/10/2020), pelatihan membuat gerabah itu berlangsung sehari, di Kantor Balai Arkeologi Papua di Waena, Abepura, Kota Jayapura.
Kegiatan itu diikuti oleh 20 sekolah yang ada di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, diantaranya SMA Negeri 1 Sentani, SMA Negeri 3 Sentani, SMK YPKP Sentani, SMA YPPGI Sentani, SMA Negeri 3 Kota Jayapura, SMA Negeri 6 Skouw, Kota Jayapura, SMP Negeri 7 Kota Jayapura dan SMP Negeri 11 Kota Jayapura.
Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua yang juga Ketua Panitia Pelatihan Pembuatan Gerabah mengatakan, kegiatan pelatihan membuat gerabah ini sebagai persiapan untuk lomba yang akan diselenggarakan pada 21 Oktober untuk siswa SMP dan 22 Oktober untuk siswa SMA.
Selain itu, pelatihan gerabah ini juga sebagai upaya untuk melestarikan gerabah tradisional Abar Sentani, dengan mengajarkannya ke generasi milenial.
“Dalam kegiatan ini, kami mendatangkan maestro pembuat gerabah tradisional dari Kampung Abar. Para siswa langsung menimba ilmu pada maestro gerabah Abar. Kedua maestro pembuat gerabah dari Kampung Abar ini yakni Naftali Felle, Kepala Kampung Abar, Distrik Sentani Tengah, Kabupaten Jayapura, dan mama Barbalina Ebalkoi, pengrajin gerabah di Abar.
Hal ini juga sebagai bentuk apresiasi pada maestro gerabah tradisional abar, dengan memberikan mereka ruang untuk berekspresi dan mengajarkan ilmunya pada generasi milenial, katanya.
Dalam pelatihan ini, kata Dia, pihaknya mengundang dua orang siswa peserta dan satu guru pendamping. Dalam latihan membuat gerabah ini, diajarkan juga pada peserta untuk menghias gerabah yang mereka buat dengan motif tutari. Hal ini merupakan bagian dari Sustainable Development Goals, yaitu melestarikan motif tutari dan gerabah tradisional abar.
Kirene Gestiandira Santosa, salah satu siswa SMA Negeri 1 Sentani yang mengikuti pelatihan pembuatan gerabah, mengaku baru pertama kali mengikuti pelatihan ini, baru pertama kali melihat gerabah dan belajar untuk membuat gerabah. “Rasanya senang tetapi agak stress, karena baru pertama melihat dan membuat gerabah, kemudian pada 22 Oktober 2020, harus mengikuti lomba, tetapi dalam hatinya senang karena diajarkan cara membuat gerabah, walaupun susah tetapi menikmati proses pembuatan gerabahnya.”
“Untuk pembuatan gerabah ini bisa disebarluaskan karena banyak sekali anak – anak atau generasi muda yang sudah tidak tau sama sekali pembuatan gerabah, cara pembuatannya juga masih manual. Ia berharap, cara pembuatannya bisa disebarluaskan lagi ke sekolah – sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Balai Arkeologi Papua, Gusti Made Sudarmika mengemukakan gerabah ini adalah salah satu karya budaya nenek moyang kita, kalau di Jayapura dan sekitarnya, budaya gerabah ini sudah berumur tiga ribu tahun yang lalu. Artinya, cara – cara pembuatan gerabah ini sudah berumur tiga ribu tahun yang lalu.
“Kita melihat, kondisi sekarang ini sudah tidak dilirik lagi, baik oleh pasar maupun oleh masyarakat, maka dalam kegiatan rumah peradaban Danau Sentani, kita mencoba mengangkat nilai – nilai tinggalan budaya masa lampau, khususnya gerabah,” katanya.
Lantaran, menurut dia, gerabah itu banyak nilai yang dipetik selain nilai ekonomi itu sendiri. Nilai yang mungkin bisa dipahami adalah bagaimana ketekunan dari seseorang, kemudian dibutuhkan lagi sebuah ketenangan, dibutuhkan lagi seni, karena tanpa seni gerabah ini tak akan kelihatan indah.
Ia menambahkan, jika dikembangkan saat ini maka bisa bermanfaat untuk ekonomi kreatif yang mana gerabah itu masih digunakan di beberapa tempat.
(NL/ANT)
Apa komentar anda ?