Jayapura, Nokenlive.com – Pro dan kontra terkait Otonomi Khusus Plus terus terjadi polemik di tengah masyarakat, bahkan pula ditengah para legislator Papua pun menjadi problema prima dalam pembahasan Otsus Plus tersebut.
Jika dilihat dalam UU No 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua, sangat benar bahwa tidak ada pasal yang menyebut dan memerintahkan Panitia Khusus (Pansus) menyusun Undang Undang (UU) lanjutan atau Otsus Plus.
Dengan asas pemikiran tersebut, terjadi polemik internal yang menimbulkan perdebatan panjang bersama beberapa anggota DPR Papua pada Kamis, (3/9/2020) malam hingga tidak bisa menghasilkan kesimpulan prima terkait pembahasan tersebut.
Nioluen Kotouki anggota DPR Papua dari komisi I meminta Pansus membuka ruang dialog sesuai amanat UU Otsus Papua, Pasal 77 memerintahkan bahwa, MRP, DPR Papua, Gubernur bersama masyarakat mengevalusi bersama dalam forum terbuka.
Selanjutnya Kotouki menjelaskan, pasal 77 sudah jelas telah memberikan amanat bahwa Otsus berakhir kewenangan ada ditangan rakyat. Oleh karena itu, rakyat minta apa, kita hanya terima dan akan sampai ke Pemerintah Pusat.
“Negara punya mental siapa terima atau tidak suara masyarakat Papua, karena amanat Undang Undang memberikan kewenangan kepada masyarakat,” katanya kepada wartawan di Jayapura, Jumaat (4/9/2020)
Masyarakat Papua menyatakan pernyataan penolakan Otsus tersebut sesuai kehendak dan perasaan mereka. Mereka tidak meminta uang kepada negara, rakyat minta kewenangan mereka.
“DPR Papua melakukan Kunker bukan untuk memprovokasi tetapi kita hanya tanyakan keluhan masyarakat terkait sejauh mana kesejahteraan masyarakat dengan hadirnya Otsus,” pungkasnya.
Terkait itu, ia meminta para elit politik atau kelompok kepentingan untuk jangan membelokkan fakta dengan gaya politiknya sendiri tetapi kita hargai dan hormat kepada pasal 77.
“Kalau tidak, saya pikir sangat pesimis kehidupan kami orang Papua di negara ini kelak,” katanya.
Selain itu, Kotouki meminta SK Pansusnya harus direvisi.
“SKnya harus direvisi bukan dibubarkan artinya SK yang pertama menyusun RAP itu harus dihapus dan sekarang kami minta untuk tahapan menuju RDP,” harapnya.
Kotouki juga berharap, para semua anggota di lembaga DPR Papua harus bekerja keras untuk segera menarik proses revisi yang sementara ini sedang berjalan di Jakarta.
“Iya, karena bulan November mendatang ini akan membacakan hasil keputusan sidang DPR RI terkait hasil revisi itu,” Ungkapnya.
Yang jelas bahasa hukum serta amanat UUnya sangat clear, maka langkah kokohnya kelompok kepentingan ini bersama masyarakat untuk mengevalusi agar hasil evalusinya bahas di sidang Paripurna DPR Papua dan kemudian serahkan ke Pemerintah Pusat kelak.
(Thiand)
Apa komentar anda ?