JAYAPURA, NOKENLIVE.com– Peluncuran lima seri buku karya Markus Haluk tentang Sejarah Politik, Hukum, HAM dan Demokrasi di West Papua berlangsung di Aula FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Jumat (3/10/2025).
Acara yang merupakan bentuk kolaborasi antara Honai Center dan BEM FISIP Uncen ini menghadirkan beberapa pembicara dari sejumlah tokoh Papua, salah satunya Pdt. Benny Giyai yang turut memberi tanggapan atas karya tersebut.
Dalam sambutannya, Benny menilai buku yang ditulis Markus Haluk sangat penting bagi semua kalangan untuk dibaca.
“Buku ini sangat tepat. Markus menulis realita yang terjadi saat ini. Karena itu saya sarankan semua elemen, termasuk birokrat di pemerintah pusat, [Panglima TNI, KAPOLRI, MENGAMBIL, Bahkan Presiden] perlu membaca dan harus pegang buku ini,” ujar Benny.
Ia juga memberi dorongan khusus kepada generasi muda Papua agar rajin membaca dan menulis. Menurutnya, langkah ini menjadi cara untuk mengenal jati diri sekaligus mempertahankan kehidupan.
“Generasi saat ini harus berani menulis supaya mengenal diri, tahu apa yang menjadi milik kita, untuk apa kita berjuang–hidup. Markus Haluk memberi contoh luar biasa anak muda Papua harus ada ada yang bergandeng tangan dengan Markus,” tutur Benny.
Lebih jauh, Benny menekankan bahwa menulis bukan sekadar aktivitas ilmiah, melainkan bentuk penyelamatan diri dan bangsa.
“Acara seperti ini penting untuk mengenal diri. Menulis berarti menyelamatkan diri, menyelamatkan bangsa, dan menyelamatkan tanah Papua,” katanya.
Ia menambahkan, menulis juga menjadi senjata melawan lupa. Menurutnya, sejarah Papua kerap dimanipulasi atau bahkan dihapus dari catatan resmi negara.
“Sejarah yang ditulis adalah versi resmi negara, tapi bukan sejarah kita. Karena pandangan mereka berbeda. Maka tulisan seperti ini penting sebagai upaya melawan lupa,” ungkapnya.
Di akhir penyampaiannya, Benny Giyai memberi pesan agar orang Papua tidak berhenti berkarya.
“Jangan biarkan karya-karya manusia Papua disisihkan. Kalau tidak ditulis, kita hilang. Saya kutip pepatah Maluku: orang yang menulis, orang itu hidup,” pungkasnya. (Hubertus Gobai/Redaksi NL)





Apa komentar anda ?