KEEROM, Nokenlive.com – Tahukah anda, suku dan sejarah singkat Kampung Skofro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua? Simak sedikit catatan Noken Live untuk menambah pengetahuan kepada anda. Suara anda dapat menjadi satu masukan khusus bagi redaksi Noken Live.
Suku Menangki mendiami kampung Skofro, terdiri dari lima klan, masing-masing Klen Pieger, Krom, Kamar,Woi dan Sumumi yang mendiami Kampung Skofro di Perbatasan Negara Republik Indonesia (RI) dan Papua New Guinea (PNG).
Marga dari suku ini, Pieger mendiami di Skothjou dan Bewan, Woi mendiami Kampung Bufor, Marga Krom dan Kamar mendiami Kampung Skofro, sementara marga Sumumi mendiami Kampung Tapos, Distrik Bewani Negara PNG. Dibawah tahun 2000-an, masyarakat Kampung Skofro gunakan tiga bahasa yaitu bahasa ingris Fiji (PNG), manam (daerah) dan bahasa Indonesia.
Sama halnya dengan suku Manem dan suku Hofi di Distrik Arso Timur sangat memiliki hubungan tanah adat secara langsung dengan PNG, karena diatasnya terlintas garis perbatasan kedua Negara. Mata pencarian suku Menangki di Kampung Skofro sejak dulu kala hingga kini bergantung dengan hutan yang ada, berkebun dan meramu sagu.
Kampung Skofro ini telah ada sejak nenek moyang mereka hingga terbentuknya administrasi Pemerintah Kabupaten Keerom saat ini dan kampung ini lebih dikenal dengan julukan Kampung Narkoba. Sebagian besar rakyatnya bertempat tinggal Negara PNG tetangga selama setengah abad lebih sebelum pemerintah Indonesia membuka pemekaran distrik dan kampung.
Selama menjadi korban politik kepemimpinan tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama 50 tahun lebih, mereka itu besar dan hidup di PNG. Tapi ketika pemerintah kabupaten Keerom membuka atau pemekaran distrik-distrik pada tahun 2006-2007 barulah pindah ke Indonesia, kata Herman Yoku saksi sejarah Keerom kepada Noken Live, Minggu (20/01/19).
Pada saat itu, sistem tukar menukar atau barter barang terus dilakukan masyarakat di Kampung Skofro dengan kampung-kampung perbatasan PNG. Seperti menukar ganja dengan barang elektronik, kendaraan bermotor, kebutuhan sehari-hari, bahkan sering kali ganja PNG dijual ke wilayah Indonesia, seperti Keerom dan Kota Jayapura. Ketika jaringan narkoba antara Negara ini mulai tercium aparat keamanan pada tahun 2016, sejak saat itulah mulai berkurang.
Dari beberapa pendapat sesepuh di Arso Timur, Kabupaten Keerom di tahun 1968-1969, kampung itu bernama Yami yang artinya Tanah. Kampung ini diduduki TPN/OPM di pimpin Pangglima Besar Zeth Rumkorem beserta kawan-kawan dari berbagai daerah di Tanah Papua dan lokasi ini sebagai Markas Besar TPN/OPM Pimpinan Zeth Rumkorem.
Namun hal itu terpental, menurut Herman Yoku yang pernah menjadi Ketua Dewan Adat Keerom tahun 2013-2016 mengaku tak pernah ada namnya Kampung Yami. Kisah itu, lanjut Yoku, terjadi perpecahan antar pimpinan TPN OPM saat itu antara Zeth Rumkorem dan Yakop Ray pada tahun 1973 setelah terjadinya momen sejarah ketika masyarakat dikembalikan ke Indonesia pada proses pendatangan kesepakatan tapal batas Negara RI dan PNG tahun 1972.
Kala itu pejuang asli Papua untuk Indonesia Almarhum Waro Welhelmus Yoku, ayah kandung kandung Herman Yoku mengembalikan masyarakat Skofro hingga Senggi tahun 1972 yang selama ini bermukim di negara tetangga PNG.
“Saya ingin sekali di kampung ini ada satu Tugu Monumen yang tertulis pendatangan kesepakatan tapal batas Negara, yang jatuhnya pada tanggal 12 Februari 1973 oleh pemerintah republic Indonesia dan pemerintah Australia yang disaksikan pemerintah PNG, ujar Herman yang juga adalah anggota Pokja Adat MRP periode 2017-2022.
Sejak Kabupaten Keerom mulai berjalan, masyarakat di Kampung Skofro meminta Pemerintah Daerah untuk membuka satu kampung dibawah administrasi pemerintah. Dari situlah masyarakat meminta Soleman Krom yang menjabat Korano (kepala kampung zaman Belanda) dan tinggal di Tapos, PNG untuk memimpin Kampung Skofro didampingi Yakop Kamar (Nusku Puasa atau Ondoafi).
Sejak tahun 2007 kendaran roda dua dan empat sudah bisa tembus ke kampung Skofro. Kalau boleh bisa bangun satu pos terpadu, didalamnya dapat diisi sesuai dengan apa yang telah ada di Skow Kota Jayapura atau Sota Merauke, Perbatasan RI-PNG, harapan dari Herman Yoku.
Setelah tahun 2015 jalan antara Kampung Skofro, Kriku dan kampung Pitewi ujung karang di perbaiki Pemkab Keerom, saat itulah masyarakat kampung Skofro dapat keluar masuk dengan baik, walaupun jalan ini belum sepenuhnya layak. Namun dalam empat tahun terakhir, masyarakat masih dapat melaluinya gunakan kendaraan roda empat dan dua.
(IND)
Apa komentar anda ?