Timika, Nokenlive.com – Jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Mimika, menargetkan segera melimpahkan berkas perkara 21 warga negara asing yang bekerja ilegal di perusahaan tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire ke Kejaksaan Negeri Nabire pada Agustus mendatang.
Kepala Kantor Imigrasi Mimika Jesaja Samuel Enock melalui Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Whisnu Galih Priawan, Kamis, mengatakan proses penyidikan perkara 21 warga negara asing asal Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan itu masih terus berlanjut.
“Penyidik Imigrasi sedang melengkapi berkas perkara 21 warga negara asing tersebut. Diperkirakan penyidikan perkara ini ini akan selesai Agustus dan selanjutnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Nabire untuk ditindak-lanjuti proses hukumnya hingga persidangan di pengadilan,” kata Whisnu.
Sebelumnya, pihak Imigrasi Mimika telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan/SPDP ke Kejari Nabire sejak 4 Juli lalu.
Ia mengatakan, 21 WNA yang diduga menyalahgunakan izin tinggal tersebut terdiri atas empat warga negara Jepang yaitu TH, KI, YT, HK, satu warga negara Korea Selatan yaitu GSY dan 16 warga negara Tiongkok yaitu TG , LY, WJ, LY, LS, LC, WJ, OW, GX, WX, YE, LX, ZS, WY, MJ, dan HY.
Para warga negara asing itu disangkakan melakukan tindak pidana keimigrasian berupa kegiatan kunjungan yang tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf a UU Nomor 6 Tahun 2011 dengan ancaman pidana penjara selama lima tahun ditambah denda Rp100 juta.
Berdasarkan pengakuan para warga negara asing itu, mereka didatangkan ke sejumlah lokasi tambang emas rakyat di Kampung Bifasik, Kampung Lagari dan sepanjang aliran Sungai Musaigo, Distrik Makime oleh perusahaan bernama Pacific Maning Jaya yang berkedudukan di Nabire.
“Pemilik perusahaan Pacific Mining Jaya Nabire berinisial BE. Yang bersangkutan akan kita kenakan Pasal 122 huruf b UU Nomor 6 Tahun 2011,” kata Kepala Kantor Imigrasi Mimika Jesaja Samuel Enock beberapa waktu lalu.
Pihak Imigrasi Mimika mencurigai di lokasi pertambangan emas rakyat di Kabupaten Nabire itu masih terdapat ratusan pekerja asing ilegal. Pasalnya, saat pihak Imigrasi Mimika melakukan inspeksi ke lokasi itu pada 10 Juni lalu, sejumlah pekerja asing kabur ke hutan untuk menghindari pemeriksaan.
“Kami mengakui ada banyak tempat seperti itu yang diindikasikan menampung tenaga kerja asing secara ilegal. Saat kami melakukan inspeksi ke empat lokasi tambang rakyat di Kabupaten Nabire itu, kami menargetkan untuk bisa menjaring 200-300 orang asing. Kenyataan yang terjadi, kami hanya sanggup mengamankan 37 orang. Yang lainnya kabur ke hutan,” kata Samuel.
Ia mengatakan jauhnya lokasi tambang emas rakyat itu dan sulitnya akses ke lokasi itu mengakibatkan kesulitan bagi petugas Imigrasi untuk melakukan pengawasan orang asing.
“Berkaca dari pengalaman itu, kami berharap ke depan perlu dibentuk semacam satgas illegal mining di Papua yang melibatkan semua komponen terkait baik TNI, Polri, Pemda melalui Dinas Pertambangan, Dinas Kehutanan, Dinas Tenaga Kerja, Bea Cukai dan lainnya sehingga semua hal bisa ditangani secara bersama,” usul Samuel.
Menurut dia, pembentukan satgas illegal mining itu sangat penting tidak saja untuk mengawasi keberadaan orang asing yang masuk secara ilegal ke Papua, tetapi lebih dari itu juga demi menyelamatkan kekayaan sumber daya alam, terutama mineral Papua.
“Kondisi seperti ini sangat berbahaya kalau dibiarkan. Kami meyakini masih banyak tempat lain di Papua yang juga seperti itu. Kekayaan alam Papua ini harus diselamatkan dan dikelola dengan baik supaya memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Kami juga merasa prihatin dengan kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari adanya tambang-tambang rakyat itu,” ujarnya. (NL3)
Ia menambahkan, dari investigasi yang dilakukan pihak Imigrasi Mimika, para pekerja asing ilegal itu rata-rata digaji sekitar 7.000-8.000 Yuan (mata uang Tiongkok) atau sekitar Rp14 juta hingga Rp15 juta per bulan.
“Bahkan ada yang sampai Rp40 juta. Itu keterangan mereka,” kata Samuel.
Apa komentar anda ?