Di tengah belantara Pegunungan Bintang yang dingin dan sunyi, seorang anak kecil pernah dibawa dalam sebuah noken oleh ayahnya, berjalan kaki melewati hutan lebat, menyeberangi dua kali besar hanya untuk sampai ke distrik. Anak itu kini menjadi Wakil Ketua I DPRD Pegunungan Bintang: Yohanes Sitokdana, Ia Lahir pada 30 Juni 1986 di Bumbakom, Yohanes adalah anak sulung dari enam bersaudara, dan merupakan putra dari pasangan Selsius Sitokdana dan Lusiana Tapyor. Ayahnya adalah seorang kategis Katolik yang dulu mengabdi di zaman Belanda. Hidupnya penuh dengan kisah perjuangan dari kecil hingga kini menjadi salah satu figur politik yang paling dipercaya masyarakat Pegunungan Bintang.
“Waktu kecil saya dibawa dengan noken oleh Bapak saya, saya di bawa dan adik saya di atas masuk dalam satu noken besar, jalan kaki menuju distrik dan itu satu malam satu hari hanya untuk sampai jadi kita lewati dua kali besar yaitu kali Digoel dan Kali Silaka” kenangnya.

Politik: Dari Pilihan Terpaksa Menjadi Jalan Hidup
Awalnya, Yohanes tidak pernah membayangkan dirinya akan masuk politik. Cita-citanya sederhana: menjadi guru, seperti sang ayah yang mengabdikan diri untuk mengajar dan membentuk manusia. Namun, keadaan dan keterbatasan di daerah membuatnya sadar, bahwa untuk membawa perubahan nyata, jalur politik adalah lorong yang paling strategis.
“Kalau kita mau rubah daerah, hanya bisa lewat kebijakan. Dan kebijakan itu bisa kita buat kalau kita duduk di legislatif atau jadi pemimpin daerah”Jelasnya.
Karier politiknya dimulai pada tahun 2013. Bersama Costan Otemka, mantan Bupati, Ia dikader dan berjuang memenangkan pasangan calon Lukas Enembe dan klemen Tinal dalam Pilkada. Tahun 2016, ia kembali menjadi bagian penting dari tim sukses yang memenangkan Costan Otemka sebagai Bupati.
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Pada 2019, Yohanes hanya memperoleh 348 suara, angka yang nyaris mustahil untuk menjadikannya anggota dewan. Tapi, dalam dinamika politik, keajaiban bukan hal asing. Ia berhasil duduk di DPRD Pegunungan Bintang sebagai anggota legislatif periode pertama.

Tinggal Bersama Rakyat di Pedalaman
Tidak seperti banyak politisi lain, Yohanes memilih jalan berbeda. Ia tidak tinggal di kota setelah terpilih. Sebaliknya, ia membangun gubuk dan menetap lima tahun di Distrik Okbibab, hidup dan tinggal bersama masyarakat.
“Saya tahu, pemimpin itu bukan yang datang sesaat lalu pergi. Pemimpin sejati adalah mereka yang berani menderita bersama rakyat.”
Komitmennya itu membuahkan kepercayaan penuh. Pada periode kedua, suara yang ia dapat melonjak drastis menjadi 2.513 suara yang semua berasal dari distrik tempat Ia tinggal dan membangun kepercayaan rakyat secara langsung. Kini, Ia menjabat sebagai Wakil Ketua I DPRD Pegunungan Bintang.
Terbentuk oleh Kemandirian dan Panggilan
Masa kecil Yohanes penuh tantangan. Hidup berpindah-pindah antara PNG dan Indonesia karena situasi konflik zaman itu. Pendidikan pun ditempuh dengan susah payah. Ia menyelesaikan SD di Okbetel, SMP di Bintang Timur Oksibil, dan SMA di SMK Negeri 1 Sentani, Jayapura. Tahun 2010, Ia berhasil lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Jayapura dengan menyandang Gelar Sarjana Teknik.
Di Jayapura, Ia tinggal di asrama Pegunungan Bintang dan aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan Kemasyarakatan lainnya. Ia bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Mahasiswa Pegunungan Bintang, tempat ia mulai diasah menjadi pemimpin yang sesungguhnya.
“Kami benar-benar ditempa dengan keras lewat berbagai tatangan yang ada. Tapi karena itulah kami pulang membawa perubahan. Kami ini generasi yang dibentuk oleh tantangan zaman.”

Visi Membangun Dari Selatan
Kini, Yohanes tidak hanya duduk di kursi dewan. Ia membawa visi besar: membuka isolasi Pegunungan Bintang melalui jalur selatan. Bersama pemerintah daerah dan rekan-rekan legislatif, ia mendorong pembangunan poros jalan transnasional agar wilayah yang selama ini tertutup bisa segera terhubung.
“Kalau kita ambil dari utara, terlalu lama. Tapi kalau dari selatan, lebih cepat membuka isolasi. Ini yang kami dorong.”
Meski sudah menjabat posisi penting, Yohanes masih berjalan kaki menembus hutan menuju kampung-kampung yang belum bisa dijangkau kendaraan. Bagi Yohanes, kedekatan dengan rakyat bukan slogan semata itu komitmen hidup.
Mimpi 2029: Menjadi Bupati Pegunungan Bintang
Dengan pengalaman dan kepercayaan masyarakat yang sudah dibangun, Yohanes punya satu cita-cita besar: maju sebagai calon Bupati Pegunungan Bintang pada 2029. Ia ingin menjadi pemimpin yang hadir sepenuhnya bagi masyarakat dan menyelesaikan persoalan-persoalan nyata di tanah kelahirannya.
“Saya sudah mulai, dan saya akan terus lanjutkan. Supaya apa yang kami cita-citakan bersama bisa tercapai.”
Warisan Nilai Hidup dari Orang Tua
Yang paling membekas dalam hidup Yohanes adalah pesan orang tuanya, dan selalu menjadi kompas dalam hidupnya. Ayah dan ibunya berkata:
“Kami hanya melahirkan dan membesarkan. Tapi setelah kamu menjadi orang, kamu milik masyarakat Pegunungan Bintang. Jangan ambil yang bukan hakmu. Jangan tanya berapa yang kau dapat, tapi apa yang kau perbuat untuk sesamamu. Dan yang terpenting,jaga kesehatan dan jangan lupa berdoa.”ingatnya.
Pesan sederhana itu menjadi fondasi moral dalam seluruh langkah hidup Yohanes Sitokdana. Seorang anak dari belantara yang kini berdiri di garis depan perubahan.
Yohanes menyimpan pesan itu erat. Ketika mengenangnya, ia menahan haru. “Bapa saya bukan siapa-siapa, tapi hari ini saya sudah jadi seseorang berkat kedua orang tua saya dan saya mau bilang terima kasih kepada orang tua saya dan juga kepada Tuhan karena Pemeliharaan-Nya sejengkalpun tidak pernah menjadi kosong.” Buktinya hari ini saya duduk sebagai Wakil Ketua I DPR Pegunungan Bintang dari Fraksi Demokrat.

Menutup Cerita, Membuka Jalan
Yohanes Sitokdana ST, bukan hanya politisi. Ia adalah simbol dari generasi baru Pegunungan Bintang yang lahir dari kesederhanaan, dibesarkan dalam tantangan, dan kembali untuk membawa perubahan. Kisahnya adalah bukti bahwa dari noken pun, seorang pemimpin besar bisa lahir.
Penulis : Redaksi /NL
Apa komentar anda ?