Jayapura, Nokenlive.com – Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan tuntutan hukuman bagi pelaku rasisme di Surabaya, Jawa Timur dan tujuh tahanan asal Papua yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, berbeda.
Ada pasal dakwaan tuntutan yang dianggap berbeda. Kenapa pelaku di Surabaya dengan rasisme itu dituntut lebih ringan (tuntuan UU ITE). Sementara tujuh tersangka dari Papua itu dituntut dakwaan makar,” kata Kapolda Papua di Jayapua, Selasa (15/06).
Dikatakan Kapolda Papua, tujuh orang tersangka asal Papua di PN Balikpapan, diajukan dengan dakwaan gabungan tindak pidana dan makar.
“Memang dikatakan bahwa bukan langsung ke pasal 106 KUHP tetapi kita punya juga pasal-pasal 110 KUHP, kemudian 160 KUHP, 170 KUHP, 106 KUHP serta juncto-juncto juga yang mengikuti di antara 55 dan 56.
Ini terungkap kemarin di persidangan dan memang diambil pasal yang 106 KUHP karena dari rangkaian cerita panjang,” kata Kapolda Papua.
Ketujuh tersangka diduga melakukan perlawanan terhadap negara dengan melakukan serangkaian pertemuan, rapat dan komunikasi terkait aksi demo pada akhir Agustus 2019 di Kota Jayapura dan September 2019 di Wamena, Kabupaten Jayawijaya serta daerah lainnya di Papua yang berujung anarkis dan jatuh korban jiwa.
“Kami amankan mereka, kami punya sarana untuk itu, kami punya agen-agen untuk itu dan tinggal pembuktian nanti di pengadilan. Jika yang mulia hakim menganggap itu tidak cukup bukti, ya itu tergantung keputusan dan bagi kami ada bukti-bukti ada alat bukti, ada petunjuk-petunjuk, adanya saksi-saksi yang mendukung semuanya ini kan itu sedang diuji saat ini,” katanya
Dalam aksi demo tolak rasisme di Kota Jayapura pada akhir Agustus 2019 yang bermuara di Kantor Gubernur Papua di Jalan Soasiu, dilaporkan bahwa ada penurunan bendera Merah Putih yang digantikan dengan mengibarkan bendera bintang kejora.
Jadi ada relevansinya rasisme dengan makar, karena dalam bentuk perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para pelaku itu, yang memang sudah dituntut jalannya ujungnya adalah melawan negara, ujungnya adalah ingin memisahkan diri dari negara kesatuan.
Kita lihat videonya bagaimana menaikkan bintang kejora di Kantor Gubernur Papua, ada videonya kita bisa lihat bendera Merah Putih diturunkan,” kata Kapolda Papua.
Mantan Kapolda Sumut ini meminta kelompok yang terus menyuarakan pembebasan ketujuh tahanan atau tersangka itu, harus melihat dari akar persoalannya, hingga terjadi aksi anarkis di sejumlah kota di Papua.
“Ada korban dalam aksi demo itu, mereka ini menjerit minta tolong, sehingga saya rasa ini perlu keseimbangan, jangan lihat masalah di hilir tapi dari hulunya juga,” kata Irjen Pol Paulus Waterpauw.
(NL/ANT)
Apa komentar anda ?