Oleh : Bahari 20211050030
Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dosen Pengampuh :
Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep.,Sp.Jiwa.,Ph. D
Ketika membaca judul dari tulisan ini, tentu ada pertanyaan,”MEMANGNYA KUSTA MASIH ADA?”. Kenyataannya Penyakit Kusta masih ada di beberapa kabupaten di Indonesia, bahkan sampai di Pedalaman Papua dan masih belum dapat di eliminasi.. Penyakit ini bahkan sudah dianggap sebagai bagian dari keseharian masyarakat, padahal efek yang ditimbulkan oleh penyakit ini sangat berbahaya dan menakutkan.
Kusta atau lepra adalah penyakit infeksi bakteri kronis menahun yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan. Kusta atau lepra dikenal juga dengan nama penyakit Hansen atau Morbus Hansen yang menular melalui droplet dan kontak lama dengan gejala bercak kemerahan disertai berkurangnyan kemampuan merasa/ mati rasa dan lemas pada tungkai dan kaki ( WHO 2022 ).
Tingginya angka penyakit kusta di Kabupaten Mappi Disebabkan oleh berbagai faktor, seperti yang ditemukan Bahari ( 2022 ) yang merupakan Mahasiswa Magister Keperawatan UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) saat melakukan penelitian menemukan bahwa tingginya penyakit kusta di Kabupaten Mappi disebabkan oleh faktor sosial, faktor budaya dan peran tenaga Kesehatan yang belum optimal.
Gejala penyakit kusta yang hanya berupa bercak kemerahan seperti penyakit kulit pada umumnya ( the great imitator desease ) sudah dianggap biasa oleh masyarakat, dan tidak jarang masyarakat mengangap bahwa penyebab penyakit kusta adalah karena guna-guna atau penyakit kutukan. Penderita penyakit ini bahkan masih tinggal bersama dengan anggota keluarga lainnya, dan tidak ada stigma diantara keluarga dan masyarakat yang menjadikan penyakit ini berpotensi kian menyebar dan susah dikendalikan.
Pada umumnya masyarakat yang datang ke puskesmas untuk melakukan pengobatan dengan keluhan penyakit lain seperti diare, sakit badan, atau demam tanpa mengeluhkan bercak bercak di kulit sehingga petugas sulit menemukan penyakit tersebut jika tidak di lakukan tracing ( Pelacakan ) dan Home Visit ( Kunjungan rumah ) secara rutin dan hal ini juga menajadikan penyakit kusta masih menjadi Penomena Gunung Es.
Walaupun penyakit kusta bukan pembunuh nomor satu, akan tetapi orang dengan penyakit kusta akan mengalami kecacatan fisik, mulai dari kelemahan fisik sampai hilangnya bagian tubuh seperti jari kaki dan jari tangan secara perlahan – lahan.
“Peneliti berharap pemerintah bisa lebih peduli dengan kusta untuk memutus mata rantai penularan dan agar tenaga Kesehatan ditingkat bawah yang bekerja juga mampu lebih aktif lagi dalam melakukan deteksi dini dan pelacakan kontak serumah untuk mencegah menyabrnya penyakit ini dikalangan masyarakat.
Sumber Pustaka :
Bahari, B., Sutantri, S., & Huriah, T. (2022). Socio – cultural issues in leprosy control and
management: Literature review. International Journal of Health Sciences, 6(S4), 267–280.
https://doi.org/10.53730/ijhs.v6nS4.5513
Dinas Kesehatan Provinsi Papua. (2022). Profil Kesehatan Provinsi Papua Tahun 2021. Available from: https://dinkes.papua.go.id/informasi-publik/informasi-berkala/
Fajar, Nur Alam. (2020) Analisis faktor sosial budaya dalam keluarga yang mempengaruh pengobatan dini dan keteraturan berobat pada penderita kusta : Studi terhadap kelaurga penderita kusta pada beberapa wilayah keja Puskesmas di Kabupaten Gresik. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Fatmala, K.A. (2016). Analisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat kusta di Kecamatan Pragaan. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1): 13-24
Pemerintah Daerah Kabupaten Mappi. (2022). Selayang pandang Mappi. https://mappikab.go.id/portal/tmp/default/page.php?id=182be0c5cdcd5072bb1864cdee4d3d6e
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penanggulamgan kusta.
World Health Organization. (2022). Leprosy-Key facts. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/leprosy
Apa komentar anda ?