Timika, Nokenlive.com – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua, Aloysius Giyai mengatakan Dinkes akan mengadopsi inovasi-inovasi baru dari berbagai negara terkait dengan penanggulangan HIV yang akan diterapkan di provinsi itu.
“Setelah pulang ke Papua kita akan adopsi dalam rangka penemuan kasus baru maupun mempertahankan jangan ada penderita baru,” katanya ketika dihubungi dari Timika, Senin, usai mengikuti Konverensi AIDS Internasional ke-22 di Amsterdam, Belanda.
Menurutnya banyak hal yang bisa diterapkan di Papua melalui kegiatan yang berlangsung 23 hingga 27 Juli 2018 tersebut.
Sebab, sebutnya jika tidak mengikuti kegiatan tersebut, mungkin apa yang telah dilakukan di Papua terkait penanggulangan HIV dirasa baik padahal banyak hal yang bisa diadopsi.
Secara khusus penanggulangan HIV di Kabupaten Mimika, ia minta Dinkes setempat untuk merumuskan secara spesifik langkah-langkah strategis mengingat Mimika adalah daerah heterogen dan sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk HIV yang saat ini menempati posisi ketiga tertinggi di Papua.
“Saya harap Dinkes Mimika bisa merumuskan spesifik Timika karena di sana ada perusahaan, organisasi, swasta dan pemerintah sehingga ada langkah-langkah khusus yang dilakukan khususnya bagi mereka yang berisiko dan yang paling utama Timika semua komponen masyarakat dilibatkan,” terangnya.
Ia juga berharap agar upaya penanggulangan HIV di Papua menjadi upaya semua pihak dan bukan tugas petugas kesehatan saja.
“Kalau seperti itu para pemuka agama juga bisa bekerja sama dalam hal ini termasuk tokoh adat, nanti orang kesehatan menjadi fasilitator,” tambahnya.
Sekretaris Dinkes Mimika, Reynold Ubra mengatakan potret di Mimika secara khusus dan Papua secara umum untuk cakupan jumlah orang yang melakukan tes kalau dilihat dari dari jumlah penduduk belum mencapai angka 90 persen.
Permasalahan ini terjadi akibat stigma dan diskriminasi. Selain itu akses pelayanan kesehatan yang mana banyak yang belum bisa melakukan tes dan pengobatan.
“Untuk itu perlu ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi untuk memberikan pendelegasian desentralisasi pelayanan HIV,” katanya.
Sementara menurutnya di sisi lain kelompok rentan seperti ibu, anak dan remaja juga kelompok Odah perlu ada perhatian khusus dari pemerintah agar ada kebijakan supaya mereka mendapat pelayanan yang berkualitas, jaminan kesehatan dan juga pengobatan yang mudah diakses.
“Di Mimika saat ini hampir semua penduduk sudah miliki jaminan kesehatan. Artinya perlu ada kebijakan daerah melalui Dinkes untuk bisa mengatur pelayanan terpadu di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer,” katanya.
Selain itu, ujarnya pelayanan kesehatan menular tidak boleh terpisah. Namun perlu dibuat paket pelayanan kesehatan termasuk sentralisasi pelayanan kesehatan. Sebab masih terjadi banyak masyarakat melakukan pemeriksaan tetapi tidak ada obat.
“Dalam aspek kebijakan dari Bupati Mimika untuk memperkuat Komisi Penanggulangan Aids yang saat ini terjadi ketika Perpres 124 tahun 2016 di keluarkan dengan dileburnya KPA Nasional dilebur dan digabung dalam tugas dan fungsi di Kementerian Kesehatan maka ada hal yang dilematis,” terangnya.
Hal itu menurut Reynold menjadi salah satu catatan penting yaitu perlu ada kebijakan sebab di Indonesia satu-satunya provinsi yang memiliki prevalensi HIV seperti di Kenya yaitu di Papua. Sementara di daerah lain, prevalensi HIV belum sampai ke masyarakat umum.
Tentu saja setelah kembali dari Amsterdam, kami akan coba bersama tim di Kabupaten mengaktifkan lagi upaya-upaya penanggulangan yang sudah berjalan dengan cara melakukan evaluasi kemudian akan ada rekomendasi-rekomendasi yang lebih strategis, terangnya.
Lebih penting, sebutnya adalah kebijakan pemerintah untuk memperkuat pelayanan kesehatan dasar dan membuat paket layanan yang lebih terpadu dan berkesinambungan serta memperkuat jejaring kerja sama baik itu dengan populasi kunci maupun masyarakat umum yang sudah terinfeksi HIV, yang sedang melakukan pengobatan maupun yang akan menerima pengobatan. (NL3)





Apa komentar anda ?