Jayapura, Nokenlive.com – Masyarakat Indonesia termasuk di Kota Jayapura, Papua saat ini sangat resah dan kecewa akibat melambungnya harga tiket pesawat terbang.
Menyikapi itu, DPRD setempat melalui Komisi C terus melakukan berbagai upaya dimana salah satunya dengan memanggil semua maskapai penerbangan untuk meminta penjelasan.
Maskapai dimaksud seperti Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Citilink yang tergabung dalam Garuda grup serta Lion Air, Batik Air dan Wings Air yang tergabung dalam Lion Group.
Hearing tersebut berlangsung di ruang rapat Komisi C Dewan Kota, Rabu (12/6/2019) dipimpin langsung Ketua Komisi C Jhon Y. Betaubun, SH, MH didampingi Wakil Ketua Drs. Jan Willem Ongge, M. Th, Sekretaris Hj. Waode Hanifa, SH serta 2 anggota lainnya atas nama Ahmad Sujana, SE, M.Si serta Max Fonataba.
Sementara pihak maskapai diwakili GM Garuda Indonesia Donald Jeri, GM Lion Air Grup Agung Wibowo, Sales Manager Sriwijaya Erens Nus, DSM Citilink Hendri Ferisa dan perwakilan Batik Air, Alan L. Dian.
“Kami mengundang seluruh maskapai penerbangan untuk meminta penjelasan atas melonjak harga tiket pesawat karena hal ini sudah menjadi keluhan masyarakat,” ungkap Betaubun.
Bahkan terkait itu juga, Komisi C di akhir 2018 lalu telah juga melakukan pertemuan dengan pihak Perhubungan Udara untuk meminta perubahan tarif tiket batas bawah dan atas.
“Namun semua ini kembali ke maskapai penerbangan masing-masing terkait penurunan harga tiket pesawat,” sambungnya.
Betaubun kemudian mencontohkan, kejadian di Provinsi Aceh ketika masyarakat melakukan aksi menuntut diturunkannya harga tiket hal itu langsung disikapi pihak maskapai.
“Kenapa di Papua tidak bisa diturunkan,” herannya.
Betaubun juga mempertanyakan kepada pihak maskapai, terkait adanya dugaan permainan pihak ketiga yang memicu kenaikan harga tiket.
Menanggapinya, GM Garuda Indonesia Donald Jeri menjelaskan tarif yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan RI telah sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang penetapan tarif batas bawah dan batas atas kemudian direvisi lagi peraturan tersebut mengenai tarif batas atas.
“Dan dari sisi airlines sebagai pebisnis, kami tidak melanggar aturan,” cetusnya.
Diakui Donald, harga tiket sebelumnya adalah harga promo yang ditawarkan untuk menggairahkan penumpang namun maskapai merasa rugi.
“Sehingga dalam segi bisnis, maskapai tidak mungkin akan bertahan dengan harga tersebut karena tentu mengalami kerugian,” akuinya.
Donald juga menyinggung pemicu lain naiknya harga tiket karena mahalnya bahan bakar avtur.
“Penerbangan dari Jayapura ke Jakarta menghabiskan avtur sekitar 18.000 liter dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp360 juta. Dan jika pesawat hanya berisikan 100 penumpang maka harga tiket tersebut hanya untuk membayar viu,” sambungnya.
Perbedaan harga dulu yang murah dan saat ini mahal hanya merupakan promo sebagai strategi Airlines menawarkan harga tersebut untuk menggairahkan penumpang.
Lanjut Donald, saat ini dengan naiknya harga tiket pesawat maka penumpang pun turun hingga 30 persen.
Berbeda, GM Lion Air Grup Agung Wibowo menanggapi jika Garuda selaku BUMN maka mungkin bisa mendapat subsidi sedangkan Lion adalah maskapai milik swasta sehingga tidak mendapatkan subsidi dari mana-mana.
Terkait dengan biaya operasional, memang diakui yang diberikan adalah untuk menggairahkan masyarakat pengguna transportasi udara dengan memberikan harga promo.
“Namun seiring berjalannya waktu, sampai kapan kita bisa bertahan dengan harga tersebut,” bebernya.
Agung mencontohkan persoalan lainnya, dimana pesawat Lion Air yang baru ini dibeli dengan cara menyicil dan saat pembelian pesawat dengan posisi Dollar masih berada di kisaran Rp10.000.
“Tapi saat ini sudah naik menjadi Rp.14.200,- sedangkan parkiran pesawat pun dibayar pakai Dolar,” sambungnya.
Begitu pula, masalah spare part pesawat yang semuanya diimpor dari luar dan pembayaran menggunakan Dolar.
“Juga harga avtur yang sangat tinggi karena tidak ada pemain lain. Hanya Pertamina sehingga mau tidak mau harga yang diberikan Pertamina pihak maskapai harus ambil. Makanya harga tiket yang ditentukan saat ini yang menurut masyarakat sangat mahal namun sebenarnya itu tidak melebihi batas ambang atas yang ditetapkan Kementerian Perhubungan RI,” jelasnya.
Agung menegaskan jika pihaknya juga ingin menginginkan harga tiket murah.
“Namun jika biaya operasional mahal maka tidaklah mungkin maskapai bisa bertahan,” tegasnya.
(Arc)
Apa komentar anda ?